loading...
Guru Besar Geologi Lingkungan dan Kebencanaan UGM, Prof. Dwikorita Karnawati angkat bicara tentang rangkaian banjir bandang-longsor di Sumut, Sumbar dan Aceh. Foto/Dok.SindoNews
YOGYAKARTA - Guru Besar Geologi Lingkungan dan Kebencanaan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dwikorita Karnawati angkat bicara tentang rangkaian banjir bandang dan longsor di Sumatera Utara (Sumut), Sumatera Barat (Sumbar) dan Aceh. Dia menyebut bencana alam tersebut merupakan dampak nyata dari kerentanan geologi Indonesia yang diperparah oleh dampak kerusakan lingkungan dan perubahan iklim.
Kombinasi faktor tersebut menciptakan bencana geo-hidrometeorologi berantai yang intensitas dan skalanya jauh melampaui kejadian-kejadian sebelumnya.
Baca juga: Update Korban Bencana di Sumatera: 990 Korban Meninggal Dunia, 222 Hilang
Dwikorita yang merupakan mantan Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) periode 2017-2025 menjelaskan bahwa Indonesia secara alamiah berada pada wilayah tektonik aktif yang rentan multi-bencana. Bahkan, pemanasan global dan kerusakan lingkungan membuat hujan ekstrem terjadi lebih sering dengan periode ulang yang semakin pendek.
“Data ilmiah menunjukkan bahwa 2024 menjadi tahun terpanas dalam sejarah pencatatan modern, dengan anomali suhu global mencapai +1,55 derajat Celsius di atas periode pra-industri. Dekade 2015–2024 pun menjadi periode sepuluh tahun terpanas yang pernah dialami bumi," ungkap Dwikorita merujuk laporan iklim terbaru, dalam keterangannya pada Jumat (12/12/2025).
Catatan BMKG pun menunjukkan lonjakan signifikan kejadian cuaca ekstrem, dari 2.483 kejadian pada 2020 menjadi 6.128 kejadian pada 2024. Di kawasan barat Indonesia, termasuk Sumatera, tren peningkatan curah hujan tahunan terlihat semakin kuat, sejalan dengan proyeksi bahwa wilayah utara Indonesia akan menjadi semakin basah pada dekade-dekade mendatang.


















































