Hubungan China-Indonesia Masih Diwarnai Tantangan Aspek Ekonomi dan Kedaulatan

4 hours ago 3

loading...

Ketua FSI Johanes Herlijanto didampingi (dari kiri) Guru Besar Departemen Ilmu Sejarah FIB UI Tuty Nur Mutia, Dosen President University Muhammad Farid, Diplomat Kemlu Victor Harjono, dan Dosen Universitas Presiden Teuku Rezasyah di Jakarta. Foto: Ist

JAKARTA - Perkembangan dalam negeri Republik Rakyat China (RRC) dan perilaku negara di kawasan Asia Timur dan Tenggara dinilai akan membawa dampak bagi negara-negara yang tergabung dalam Asosiasi Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) termasuk Indonesia.

Ekonomi China yang belum pulih dari kemerosotan akibat pandemi Covid-19 masih diwarnai dengan berbagai isu antara lain krisis properti, pengangguran, penuaan populasi, deflasi, serta persaingan yang kurang sehat antara produsen-produsen dalam negeri negara itu yang oleh Presiden Xi Jinping disebut involusi.

Kondisi di atas ditambah meningkatnya tekanan dari luar negara itu menyebabkan barang-barang dari China dialihkan ke pasar Asia Tenggara, sehingga mengakibatkan banjir barang asal China di negara-negara ASEAN termasuk Indonesia.

Baca juga: Jatuh Bangun Hubungan Pertahanan dan Keamanan Indonesia-China

Khusus bagi Indonesia, hal ini dianggap sebagai salah satu tantangan bagi hubungan Indonesia-China di tahun 2025. Tantangan-tantangan lain adalah situasi keamanan di Laut China Selatan yang masih diwarnai dengan ketegangan akibat tindakan agresif China di sekitar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Filipina, serta meningkatnya gelar militer China di wilayah maritim yang berdekatan dengan Asia Tenggara.

Indonesia juga dinilai perlu mewaspadai potensi China memperluas 10 garis putus-putusnya ke arah wilayah Indonesia di Kepulauan Natuna. Garis putus-putus yang bertambah jumlahnya menjadi 10 dari sebelumnya 9 itu secara sepihak diakui China sebagai penanda bagi wilayahnya.

Gambaran di atas merupakan sebagian dari pembahasan yang mengemuka dalam diskusi akhir tahun Forum Sinologi Indonesia (FSI) berjudul “Refleksi 2025: Relasi China, Asia Tenggara, dan Indonesia,” Jakarta, 29 Desember 2025.

Diskusi akhir tahun yang dipandu alumni Jurusan Sinologi Universitas Indonesia (UI) Muhammad Farid itu menghadirkan Guru Besar Sinologi UI Prof Tuty Nur Mutia, Ahli Hubungan Internasional Universitas Presiden Teuku Rezasyah, dan Victor Harjono, alumni jurusan Sinologi UI yang kini menjadi diplomat madya pada Direktorat Asia Timur Kementerian Luar Negeri, serta Ketua FSI Johanes Herlijanto.

Johanes menyampaikan berbagai pokok pikiran yang dibahas dalam penelitian akhir tahun yang dilaksanakan oleh para peneliti FSI. Pemerintah RRC sebenarnya telah membuat berbagai terobosan untuk mengatasi persoalan ekonomi seperti digambarkan di atas.

“Presiden Xi mencanangkan apa yang disebut sebagai kekuatan produksi berkualitas baru (xinzhi shengchanli) sebagai upaya China menciptakan peluang ekonomi baru melalui sektor-sektor teknologi terkini,” kata akademisi yang juga alumni jurusan Sinologi UI itu.

Menurut antropolog yang berafiliasi dengan Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Pelita Harapan (UPH) itu, industri teknologi yang padat modal masih kurang menciptakan lapangan pekerjaan.

Read Entire Article
Patroli | Crypto | | |