loading...
Wakil Ketua Komisi VII DPR Evita Nursanty mempertanyakan sikap Kementerian Perindustrian yang tidak mendukung upaya mewujudkan Bali bebas sampah plastik. Foto/SindoNews
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VII DPR Evita Nursanty mempertanyakan sikap Kementerian Perindustrian yang tidak mendukung upaya mewujudkan Bali bebas sampah plastik sekali pakai antara lain dengan melarang produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) berbahan plastik sekali pakai berukuran di bawah 1 liter.
Kementerian Perindustrian harusnya konsisten mendukung industri kemasan plastik sekali pakai ke produk yang ramah lingkungan atau eco-friendly. Menurut Evita, sebagai destinasi pariwisata internasional, Bali membutuhkan penanganan sampah yang lebih baik agar alam Bali tetap hijau lestari, dan bersih dari polusi yang diakibatkan oleh sampah khususnya sampah plastik sekali pakai.
Bali sebagai destinasi wisata alam dan budaya sangat bergantung pada lingkungan yang bersih. “Gerakan pro lingkungan hidup dengan mengurangi penggunaan botol plastik sekali pakai sudah menjadi trend di seluruh dunia sehingga bagaimanapun industri kita harus sudah mengikuti itu, mulai bertransformasi. Terutama air kemasan yang di bawah 1 liter. Harusnya Kementerian Perindustrian konsisten dengan program dan kebijakan industri hijau, mendukung industri yang eco-friendly,” kata Evita, Senin (14/4/2025).
Evita memberikan contoh Maladewa yang sejak 2022 membuat transformasi penting dalam penggunaan plastik sekali pakai. Bahkan ada 14 item bahan plastik sekali pakai yang dilarang diimpor, diproduksi, dijual dan digunakan di Maladewa mulai dari sedotan minum plastik, piring dan alat makan berbahan plastik sekali pakai, kotak makan styrofoam, hingga air yang dikemas dalam botol plastik di bawah 500 ml.
Larangan produksi air minum dalam kemasan berbahan plastik sekali pakai berukuran di bawah 1 liter sebagaimana diatur dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah perlu didukung bersama karena aturan ini bertujuan untuk mengurangi potensi sampah plastik dari kemasan kecil yang sulit dikumpulkan setelah dikonsumsi. Aturan ini membantu menjaga citra Bali sebagai pulau yang bersih dan hijau.
Industri harus bisa menyesuaikan diri dengan perubahan dunia dengan memproduksi pengganti plastik sekali pakai yang lebih ramah lingkungan, seperti pengganti kantong plastik/ kresek, sedotan plastik, styrofoam, hingga produk/minuman kemasan plastik Aturan ini membantu menjaga citra Bali sebagai pulau yang bersih dan hijau.
Evita meminta semua pihak mendorong industri memproduksi sedotan, kantong belanja, kotak makanan yang ramah lingkungan. “Kebijakan-kebijakan ini menunjukkan komitmen kita bersama dalam mengurangi sampah plastik dan mendorong penggunaan alternatif yang lebih ramah lingkungan. Apa yang dilakukan Pemprov Bali ini saya lihat masih moderat hanya kemasan yang di bawah 1 liter. Kita hanya minta industri kita termasuk para pedagang untuk menyesuaikan perubahan ini,” sambung Evita.
Evita menambahkan, keberpihakan Kementerian Perindustrian pada lingkungan hidup sesuai dengan Rencana Induk Pembangunan Industri (RIPIN) 2015-2035 sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015 dan Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dalam aturan ini dengan tegas bagaimana pemerintah menempatkan keperdulian lingkungan hidup, dan menjamin keberlanjutan sektor industri di masa depan dengan memprioritaskan pembangunan industri hijau (green industry), antara lain melalui regulasi eco product, serta keberpihakan industri pada lingkungan hidup.
Evita juga mengingatkan kebijakan lingkungan hidup ini sesuai dengan kearifan local Bali yang harus dihormati serta mempertimbangkan Bali sebagai destinasi Utama pariwisata dunia yang harus memberi kenyamanan bagi wisatawan guna mewujudkan pariwisata Bali berbasis budaya, berkualitas dan bermartabat.
(cip)