Raja Mataram Hukum Pejabat Tingginya Akibat Tak Ikut Membangun Istana Megah Plered

1 day ago 3

loading...

Pembangunan Istana Mataram baru di bawah kekuasaan Sultan Amungkarat I memicu korban dari pejabat. Foto/SindoNews

SEMARANG - Pembangunan Istana Mataram baru di bawah kekuasaan Sultan Amungkarat I memicu korban dari pejabat. Saat itu memang Sang Sultan tengah dalam ambisinya menyelesaikan proyek ambisius membangun istana megah dengan melibatkan pejabat istana dan masyarakat.

Bahkan konon karena fokusnya membangun istana itu sang raja sampai tidak boleh ditemui dan mengalami kesibukan tinggi. Sang raja konon sampai tidak dapat menerima tamu dari petinggi istana dan beberapa daerah lain ketika berkunjung.

Sementara para petinggi yang tidak mau berpartisipasi dalam pembangunan Istana Plered, Sultan Amangkurat I akan memberikan hukuman. Hukuman itu dicatatkan oleh utusan Belanda Winrick Kieft ketika ia tiba di keraton Mataram pada 21 November 1655. Sebagaimana dikutip SindoNews, Senin (14/4/2025) dari "Disintegrasi Mataram: Dibawah Mangkurat I", para pejabat istana ini sempat diberikan hukuman diikat dan dibaringkan di paseban.

Setelah itu mereka juga dijemur di bawah teriknya panas matahari. Hal ini pula yang membuat para petinggi dan pejabat Mataram bahkan juga konon tak sempat menemui para tamu yang datang karena juga disibukkan dengan proses pembangunan Istana Plered.

Pendirian keraton baru itu terus dikebut kendati memerlukan waktu yang cukup lama. Catatan pada berita Belanda menyebutkan tinggi keraton mencapai 5 depa dan tebalnya mencapai 2 depa. Jika dikalkulasikan 1 depa sekitar 1.829 meter maka total tinggi tembok keraton mencapai 9,145 meter dengan tebal mencapai 3,5 meter lebih.

Bahkan konon Sultan Amangkurat I masih meminta agar tembok yang dibangun ditambahkan suatu perisai di atasnya setinggi dada. Banyaknya bahan yang diperlukan membuat setiap hari pejabat kerajaan selalu melakukan pembicaraan untuk proses pembangunan ini.

Pada Babad Sangkala disebutkan pula Sitinggil bagian bawah dibangun dengan batu. Setelah itu dikumpulkan papan-papan untuk Sitinggil, tentunya untuk mendirikan suatu apilan. Pada 1574 J (mulai 14 Desember 1651) bagian witana, atau anjungan di Sitinggil, jadi memang diperbarui.

Selanjutnya diberitakan oleh Babad Sangkala sebelum 1576 J (mulai 22 November 1653) tentang pengambilan batu untuk karadenan, yaitu kediaman untuk putra mahkota. Putra mahkota mungkin ketika itu masih bernama Raden Mas Kuning. Karena waktu itu sedang dicarikan seorang istri baginya, maka suatu kediaman yang tersendiri tentunya akan bermanfaat sekali. Akhirnya pada 1585 J (mulai 15 Agustus 1662) dibangun pula sebuah bangsal di lapangan Srimenganti.

(cip)

Read Entire Article
Patroli | Crypto | | |