Skandal Pembatalan Guru Besar

3 hours ago 2

loading...

Hendarman - Ketua Dewan Pakar Jabatan Fungsional Analis Kebijakan INAKI, Analis Kebijakan Ahli Utama pada Kemendikdasmen. Foto/Dok pribadi

Hendarman
Ketua Dewan Pakar Jabatan Fungsional Analis Kebijakan INAKI (Ikatan Nasional Analis Kebijakan)/Analis Kebijakan Ahli Utama pada Kemendikdasmen

Skandal terkait pembatalan guru besar kembali mengguncang dunia akademik di Indonesia. Pembatalan kali ini terjadi pada perguruan tinggi negeri yang pada Juli 2024 lalu telah menerima keputusan yang sama. Pada waktu itu, gelombang pertama skandal guru besar mencuat dengan 11 dosen Fakultas Hukum dicopot gelarnya. Pencopotan gelar guru besar karena melakukan manipulasi pengajuan jabatan akademik, termasuk penggunaan jurnal predator.

Akibat insiden tersebut, akreditasi perguruan tinggi negeri tersebut turun drastis dari status Unggul (A) menjadi status Baik (C). Namun, dalam waktu singkat penurunan akreditasi tersebut telah berhasil dipulihkan melalui serangkaian perbaikan. Ternyata skandal pertama tidak membuat jera bagi sejumlah akademisi atau dosen pada perguruan tinggi negeri tersebut untuk mengulangi kasus serupa.

Skandal yang kedua secara prinsip ditengarai merupakan pengembangan dari kasus serupa pada Juli 2024. Dugaan tersebut masih sama berkaitan dengan kasus dugaan pelanggaran integritas akademik. Pada awalnya, dilakukan pemeriksaan terhadap 20 guru besar, yang kemudian menyusut menjadi 17 guru besar. Mereka diduga melakukan pelanggaran integritas akademik dalam menghasilkan karya ilmiah sebagai syarat mendapat gelar guru besar.

Dugaan tersebut terbukti benar setelah melalui pemrosesan administrasi kepegawaian Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi. Pada 29 September 2025 lalu, melalui dokumen digital, perguruan tinggi negeri dimaksud telah menerima Surat Nomor 4159/A3/KP.03.05/2025 dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) yang menyampaikan 17 SK (Surat Keputusan) pencabutan gelar guru besar 17 dosennya.

Pertanyaannya, pertama mengapa skandal serupa terjadi berulang dan tidak menimbulkan efek jera bagi para dosen terutama di perguruan tinggi dimaksud. Kedua, apakah skandal tersebut hanya terjadi di perguruan tinggi negeri itu saja, ataukah bila ada penyelidikan lain akan ditemukan skandal yang sama di berbagai perguruan tinggi lainnya baik negeri maupun swasta. Ketiga, apakah persyaratan menjadi guru besar memang harus seperti yang berlaku sekarang atau harus ditinjau kembali agar tidak terjadi skandal yang berulang.

Proses Guru Besar
Menjadi guru besar (profesor) merupakan sebuah mimpi dan tujuan akhir dari setiap dosen di perguruan tinggi. Guru besar menjadi titik kulminasi bagi pencapaian jenjang tertinggi pada jabatan fungsional dosen. Pencapaian tertinggi seperti halnya guru besar tersebut juga dapat diperoleh pada jabatan fungsional lain. Misalnya, untuk jabatan fungsional analis kebijakan maka jenjang tertinggi yang setara dengan guru besar adalah Analis Kebijakan Ahli Utama.

Read Entire Article
Patroli | Crypto | | |