loading...
Shamsi Ali Al-Newyurki, Direktur Jamaica Muslim Center. Foto/istimewa
Shamsi Ali Al-Newyurki
Direktur Jamaica Muslim Center
BAGI Komunitas Muslim yang ikut mengalami peristiwa 9/11 di tahun 2001 dan hari-hari setelah itu, kita pastinya diingatkan betapa sulitnya dan menyeramkannya masa-masa itu. Tidak saja bahwa Komunitas Muslim adalah bagian integral dari Kota New York. Serangan dan kepedihan yang dialami Kota ini adalah serangan dan kepedihan yang juga dialami oleh Komunitas Muslim. Kita tidak terpisahkan dari Kota yang kita cintai dan kita anggap rumah sendiri.
Tapi lebih dari itu, yang paling menyakitkan dan menyedihkan adalah ketika agama yang kita cintai, agama yang cinta damai dan menghormati kehidupan dituduh sebagai inspirasi dari serangan teror itu. Pelakunya disebutkan sebagai orang-orang Islam yang dikomandoi oleh seorang mantan pejuang yang pernah difasilitasi dan didukung oleh Amerika bernama Osama bin Laden dengan organisasi Al-Qaeda menjadi paling mendadak populer sedunia.
Oleh karena pelakunya ditenggarai sebagai orang Islam dan Islam itu sendiri dituduh sebagai inspirasi terror, maka seketika dunia memandang umat Islam dengan pandangan kecurigaan dan ketakutan. Tidak saja curiga dan takut. Tapi secara langsung atau tidak, seluruh orang Islam sedunia dituduh menjadi kolaborator bahkan pelaku teroris. Peperangan yang dikomandoi oleh Presiden Amerika, George W Bush, ketika itu disebut “war on terror” tapi sejatinya dimaknai sebagai “war on Islam” walaupun dibumbui dengan kata “extremist Islam”.
Kota New York sebagai epicenter dari apa yang disebut serangan terror atau lebih populer dengan “9/11 terror attack” menjadi pusat peperangan kepada apa yang disebut teror itu. Hampir semua yang terasa Islam ditekan dan dicurigai sebagai bagian dari terorisme. Bahkan nama-nama yang kental dikenal Islam seperti Muhammad, Omar, Ali, dan seterusnya menjadi nama-nama yang dicurigai sebagaj kolaborator kalau bukan teroris sendiri.
Keadaan di atas menjadikan Komunitas Muslim berada dalam ujian yang dalam. Ujian yang kemudian menjadi “pembeda” mana yang kuat dan sungguh-sungguh dalam keimanan dan mana yang lemah dan tidak sungguh-sungguh dengan keimanannya. Sebagian anggota Komunitas Islam di New York dan Amerika kokoh tak tergoyahkan. Namun tidak sedikit juga yang goyah, mengganti nama dan bersembunyi, takut diketahui sebagai pemeluk agama Islam. Situasi ini berlangsung cukup lama dengan frequensi berbeda hingga saat ini.


















































