loading...
KPK rampung memeriksa mantan Direktur Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Hadiyanto, Kamis (10/4/2025). FOTO/DANANDAYA ARIA PUTRA
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) rampung memeriksa mantan Direktur Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia ( LPEI ), Hadiyanto, Kamis (10/4/2025). Hadiyanto dipanggil sebagai saksi kasus dugaan korupsi pemberian kredit dari LPEI ke PT Petro Energi (PE).
Bedasarkan pantauan SindoNews, Hadiyanto keluar dari Gedung Merah Putih KPK Jakarta sekira pukul 15.40 WIB. Dengan berjalan kaki, ia tampak buru-buru untuk menghindari pertanyaan awak media.
"Aduh ini ramai banget luar biasa," kata Hadiyanto sambil berjalan meninggalkan Gedung KPK.
Adapun dalam pemeriksaan hari ini, KPK tak hanya memanggil Hadiyanto. KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Robert Pakpahan yang juga mantan Direktur LPEI.
"H Mantan Direktur LPEI. RP Mantan Direktur LPEI," ucap Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika dalam keterangan, Kamis (10/4/2025).
Sekedar informasi, dalam kasus ini KPK telah mengumumkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit dari LPEI . Dari lima orang tersebut, dua berasal dari LPEI dan sisanya dari PT Petro Energy (PE) selaku debitur.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, kelimanya adalah Direktur Pelaksana I LPEI, Dwi Wahyudi; Direktur Pelaksana IV LPEI, Arif Setiawan. Kemudian dari pihak PT PE yakni Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi Sugiarta.
Sementara itu, dari lima tersangka dalam perkara ini, tiga di antaranya telah ditahan, yakni Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi Sugiarta. Adapun nilai potensi kerugian negara yang semula diperkirakan Rp988,5 miliar telah dikoreksi oleh KPK menjadi Rp846,9 miliar.
Sebelumnya, KPK mengungkapkan ada kode uang zakat dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI. Kode tersebut ditujukan untuk uang kepada direksi LPEI dengan besaran 2,5-5 persen dari pihak yang mendapat kredit.
"Dari keterangan yang kami peroleh dari para saksi menyatakan bahwa memang ada namanya uang zakat ya yang diberikan oleh para debitur ini kepada direksi yang bertanggung jawab terhadap penandatanganan pemberian kredit tersebut," kata Plh Direktur Penyidikan Penyidikan KPK, Budi Sokmo di Gedung Merah Putih KPK, Senin (3/3/2025).
"Yaitu besarannya antara 2,5 sampai 5% dari kredit yang diberikan," sambungnya.
(abd)