Meriam Kematian Tanda Arogansi Penguasa Mataram ketika Bertahta

11 hours ago 1

loading...

Meriam besar Sapujagat jadi saksi kesewenang-wenangan Sultan Amangkurat I penguasa Mataram. Foto/Ist

Meriam besar Sapujagat jadi saksi kesewenang-wenangan Sultan Amangkurat I penguasa Mataram . Meriam itu menjadi penanda 'eksekusi' oleh Sultan Amangkurat I ke orang-orang yang dinilainya bersalah, padahal tak ada kesalahan apa pun di orang itu.

Memang saat berkuasa, Sultan Amangkurat I konon memerintahkan dengan sewenang-wenang. Sang raja kerap kali konon menghukum mati orang-orang yang tak bersalah. Konon ada suatu tanda ketika sang raja mengeksekusi para warga tak bersalah itu.

Sultan memerintah agar anak buahnya bersama empat orang kepercayaan yakni Raden Mas, Tumenggung Nataairnawa, Tumenggung Suranata, dan Kiai Ngabei Wirapatra, menyelidiki nama, keluarga, dan alamat para pemuka agama itu. Hal ini dianggap agar mereka semua dapat dibunuh dengan sekali pukul.

Baca juga: Pergolakan Raja Mataram dan Perang Saudara yang Berujung Pembunuhan Massal

Sultan juga menyiasati untuk tidak memperlihatkan diri di luar keraton. Tetapi ia menyuruh sidang-sidang peradilan yang diadakan setiap minggu terus berlangsung di dalam keraton, padahal semestinya sidang diadakan Sitinggil.

Hal ini untuk biasanya agar ia bisa bertindak dengan amat teliti. H.J. De Graaf mengisahkan pada "Disintegrasi Mataram: Dibawah Mangkurat I", setelah memperoleh semua keterangan yang diperlukan, diberikannya perintah - perintah terakhir kepada orang-orang kepercayaannya.

Selanjutnya mereka bertindak sebaik-baiknya dan membunuh semua orang laki-laki, wanita, dan juga anak-anak yang tidak bersalah. Isyarat untuk pembantaian besar-besaran itu adalah bunyi tembakan yang konon dari meriam besar Sapujagat atau Pancawara di istana.

Sultan pun mengamankan dirinya dengan pengawal-pengawal pribadi yang tangguh di bawah pimpinan orang-orang yang paling dipercaya. Belum setengah jam berlalu konon setelah terdengar bunyi tembakan, 5 sampai 6 ribu jiwa dibasmi dengan cara yang mengerikan.

Kejadian seperti itu konon kerap terjadi, tetapi Sultan Amangkurat I ingin mengelakkan tanggungjawab atas tindakan-tindakan kekerasannya itu, maka keesokan harinya ketika tampil tampak wajahnya marah dan terkejut sekali. Sejam lamanya tidak sepatah kata pun diucapkannya, dan ini membuat orang lebih merasa tercekam.

Tidak seorang pun yang berani mengangkat kepalanya, apalagi memandang wajah Sunan. Sultan kemudian berkata ke pamannya Pangeran Purbaya: "para pemuka agama", yang seharusnya menjadi teladan bagi mereka semua dalam perbuatan-perbuatan kebajikan, mereka itulah penyebab kematian adiknya.

Setelah itu, ia menyuruh empat orang kepercayaannya menyeret ke depan beberapa orang yang tidak turut terbunuh, yang segera mengaku telah merencanakan untuk mengangkat Pangeran Alit sebagai raja.

Seraya meledak amarahnya, Sultan pun menyuruh menyeret 7 atau 8 orang pembesar yang dicurigainya dan mereka dibunuh. Istri dan anak-anak mereka pun segera dibunuh. Akhirnya ia masuk kembali ke keraton, meninggalkan semua pembesar yang sudah tua dan diangkat semasa pemerintahan ayahnya itu dalam suasana tercekam dan penuh kekhawatiran.

(rca)

Read Entire Article
Patroli | Crypto | | |