Rupiah Digital dan Gelembung Aset

5 hours ago 3

loading...

Adhitya Wardhono, PhD. Foto/Istimewa

Adhitya Wardhono, PhD,
Dosen dan peneliti ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis-Universitas Jember. Koordinator Kelompok Riset Behavioral Economics on Monetary, Financial, and Development Policy” (Ke-Ris Benefitly)- Universitas Jember.

PERUBAHAN besar di ruang digital ekonomi dan bisnis adalah keniscayaan di beberapa tahun terakhir. Masyarakat kini memiliki preferensi dalam menyimpan nilai aset ekonominya. Dan juga kualitas frekuensi dan cara bertransaksi mengalami perubahan signifikan.

Misal saja, aset digital, yang dulunya hanya dikenal segelintir penggiat teknologi, kini telah menjadi bagian dari keseharian jutaan orang. Mulai cryptocurrency, token berbasis komoditas, dan dompet digital, serta mata uang digital resmi dari sebuah negara, semuanya membentuk lanskap keuangan baru yang terus berkembang.

Di Indonesia, tren ini melaju pesat. Jutaan masyarakat, terutama anak muda, telah masuk ke dunia aset digital. Antusiasme ini menunjukkan adanya kebutuhan nyata. Masyarakat ingin alat yang fleksibel, mudah digunakan, dan bisa diandalkan untuk menyimpan nilai dan merencanakan masa depan. Namun tak sedikit pula yang mempertanyakan, apakah semua ini hanya serupa gelembung yang bisa pecah sewaktu-waktu?

Selama ini, istilah "gelembung" kerap diasosiasikan dengan bencana ekonomi. Tapi dalam dunia modern, tidak semua yang disebut gelembung harus dihindari. Ada kalanya, keberadaan aset yang nilainya terbentuk dari kepercayaan kolektif justru memainkan peran penting dalam sistem keuangan. Sepanjang orang percaya bahwa suatu aset akan tetap diterima di masa depan, maka aset itu punya nilai. Dan nilai itu bisa menciptakan keseimbangan dalam cara kita menyimpan kekayaan.

Satu kajian menarik dari Han dan Wang (2025) menunjukkan bahwa dalam kondisi tertentu, keberadaan banyak aset digital yang menyerupai “gelembung” justru bisa meningkatkan efisiensi dan stabilitas ekonomi. Menurutnya, “bubbles can improve welfare when they provide intergenerational transfer of value in the absence of intrinsically productive assets.” Artinya, meskipun aset tersebut tidak punya nilai intrinsik seperti dividen atau bunga, mereka tetap berguna karena berfungsi sebagai alat simpan kekayaan antar generasi.

Yang lebih menarik, mereka menyatakan bahwa ketika terdapat lebih dari satu gelembung di dalam sistem, kondisi ini bisa menciptakan efek stabilisasi. Bila satu aset digital kehilangan nilainya, maka aset lain akan menyerap permintaan masyarakat yang tetap membutuhkan tempat menyimpan nilai. Inilah yang mereka sebut sebagai efek kompensasi. Dengan kata lain, portofolio gelembung bisa menjadi lebih tahan banting daripada sistem yang hanya bergantung pada satu jenis aset saja. Dalam kerangka inilah, keberagaman aset digital bukanlah kelemahan, tetapi kekuatan.

Read Entire Article
Patroli | Crypto | | |